Lubang Jepang Bukit Tinggi




Lubang Jepang Bukit Tinggi - ialah sebuah objek wisata sejarah yang ada di Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Sebuah terowongan perlindungan yang dibangun tentara pendudukan Jepang sekitar tahun 1942 untuk kepentingan pertahanan.
Lobang Jepang sendiri berada di Taman Panorama yang berada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Jam Gadang yang berada di pusat kota. Jika jalan kaki hanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. lubang tersebut di buat atas instruksi Letjen Moritake Tanabe
Panglima Divisi ke 25 Angkatan Darat Balatentara Jepang. Lubang perlindungan tersebut, konon mampu menahan letusan bom seberat 500 kg. Konstruksi lubang ini dikerjakan sejak Maret 1944 dan selesai pada awal Juni 1944 dengan total pembuatan selama kurang lebih 3 tahun dengan kedalaman mencapai 49 meter di bawah permukaan tanah.Untuk membangun lubang ini, Jepang mempekerjakan secara paksa orang-orang yang berasal dari Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Tidak ada orang Bukittinggi yang mengerjakan lubang ini untuk menjaga kerahasiaan. Orang sini malah dikirim ke wilayah lain seperti Bandung dan Pulau Biak.
Sebelumnya, Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata.
Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan.
Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau JawaSulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak.
Dari pintu masuk kita harus menuruni 130 anak tangga hingga sampai di permukaan tanah.
tangga menuju lubang bukit tinggi
Photo by kaskus.co.id
yang menjadi unik dibawah udaranya didalam gua terasa sejuk dan tidak pengap. Dinding gua tidak rata, dibuat sedemikian agar meredam gema.Saat masuk tepat dida dasar tangga terdapat jalur utama yang memiliki 6 lorong. Jalur ini masih tetap sama hanya saja, dilapisi semen agar saat gempa yang retak hanya lapisan, dan struktur aslinya akan tetap utuh.
                        
                                        photo by segiempat.com                    
Dulunya jalur utama ini terdapat lubang panjang yang berfungsi sebagai jebakan bagi penyusup. Sementara, keenam lorong lainnya dulunya tempat senjata. Setelah jalur utama akan ada jalur kedua yang memiliki 15 lorong . dibagian lorong kanan kiri di persimpangan terdapat ruang makan para pekerja romusha, karena ditemukan peralatan makan yang terbuat dari bamboo yang sudah rusak. Dan dilorong kedua sebelah kiri terdapat ruang pertemuan tentara Jepang, dan jalur kedua lorong lainnya ialah ruang tidur tentara. Dan diujung paling kiri ada penjara dan tepat disebelahnya terdapat ruangan penyiksaan.
Konon, di ruangan itulah para pekerja romush menganiaya sampai mati. Jasadnya dibuang ke lubang kecil disudut bawah dinding. Di ujung atas ruang penyiksaan terdapat ruang pengintaian lainnya. Kalau berdiri menempel ke dinding, pengunjung dapat melihat sedikit cahayaka yang masuk dari lubang tersebut.Tak jauh dari situ terdapat lubang penyergapan. Kalau ada orang yang tertangkap basah menyusup akan langsung dibunuh.
Selain terhubung dengan jalur utama, lorong lorong masih terkoneksi dengan jalur sekunder, sehingga lorong di gua itu , terhubung secara rahasia. Gua seluas ini dibangun oleh para romusha, rasanya sangat memilukan. Tentunya mereka saat itu tidak memiliki peralatan memadai, bisa saja mereka menggali dengan tangan mereka sendiri. Makanan yang diberikan pun tidak layak, sehngga para pekerja banya yang mati karena sakit dan kelaparan.

Komentar

Postingan Populer